SELAMAT DATANG PARA SAHABAT BLOGGER DI BLOG SEDERHANA KAMI "MP" DAARUTTHOLABAH79.BLOGSPOT.COM.BLOG DARI SEORANG WNI YANG BERHARAP ADA PEMIMPIN DI NEGERI INI,BAIK SIPIL/MILITER YANG BERANI MENGEMBALIKAN PANCASILA DAN UUD 1945 YANG MURNI DAN KONSEKUEN TANPA EMBEL-EMBEL AMANDEMEN SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP RAKYAT INDONESIA...BHINNEKA TUNGGAL IKA JADI KESEPAKATAN BERBANGSA DAN BERNEGARA,TOLERANSI DAN KESEDIAAN BERKORBAN JADI CIRINYA...AMIIN

Kamis, 28 Juli 2016

5 ORANG INI BERANI KRITIK ULAMA YANG ILMUNYA JAUH DI ATASNYA

fiqhmenjawab.net ~ Media sosial dewasa ini memasuki perkembangan yang di luar perkiraan. Tiba-tiba muncul “pendatang” baru yang seolah mengumumkan kepada publik bahwa merekalah mufti baru. Gara-gara followernya banyak, orang-orang itu tiba-tiba kepedean menilai apa pun, yang kadang tak sesuai latar belakang dan kapasitas keilmuannya.
“Mufti-mufti” medsos ini merasa punya kewenangan mencap apa pun yang menjadi kecenderungannya sebagai “baik”, “lurus”, “sunah”, “syar’i”, atau “islami”. Sebaliknya, hal-hal yang tidak sesuai kecenderungannya dicapnya sebagai “tidak baik”, “sesat”, “bidah”, atau bahkan “kafir”.
Padahal untuk berfatwa, mereka semestinya harus mengukur diri. Sudah cukupkah ilmunya, pahamkah metodologinya, bagaimana dampak dari “fatwanya”. Tapi karena terlanjur kepedean, ya akhirnya mereka hantam kromo saja semua orang, termasuk orang-orang yang secara keilmuan jauh di atasnya.
Ini bukan soal benar atau salah orang yang dikritiknya, tapi soal akhlak dalam menyampaikan kritik. Mengkritik ulama di ruang terbuka juga tidak etis, apalagi kalau para pengkritik itu secara keilmuan jauh di bawah yang dikritik. Dan, tragisnya lagi, pemahamannya soal Islam masih sepotong-sepotong, dari terjemahan pula, atau dari katanya.
Kalau mau ujur, mereka yang teriak-teriak “islami” atau “syar’i” di media sosial itu, sebagian namanya saja  tidak “islami”, dan bahkan “tidak syar’i”. Namanya sesuai sunnah pun tidak. Padahal, Nabi selalu menganjurkan untuk mengganti nama yang tak punya arti baik dan nama yang tidak mencirikan identitas Islamnya. Inilah paradoksnya.
Siapakah “mufti-mufti” kepedean di media sosial itu? Ini 5 orang yang selama ini mengkritik dan menghantam orang-orang yang ilmunya di atasnya:
1. Abu Aqila Kritik Grand Syaikh Azhar
Belum lama ini Indonesia kedatangan tamu istimewa. Grand Syekh Al Azhar (GSA) bertemu dengan Presiden, tokoh-tokoh penting di Indonesia, juga berkunjung ke beberapa tempat penting, khususnya lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Namun, ternyata kunjungan bersejarah itu tak semua orang suka. Ada saja yang nyinyir dan berkomentar sinis atas kunjungan itu. Salah satunya adalah Abu Aqila. Praktisi pengobatan herbal ini mempertanyakan urgensi kunjungan GSA. Yang fatal lagi dia termasuk orang pertama di Indonesia yang menyebut GSA sebagai “Paus Al Azhar”.
Abu Aqila
Abu Aqila
Apalagi kritiknya itu hanya didasarkan pada sebuah pemberitaan dari salah satu media di Mesir, yang belum tentu benarnya. Tanpa tabayun dan tanpa mencari informasi lebih jauh, Abu Aqila dengan seenaknya menyebarkan dan menyebut GSA sebagai Paus, termasuk kemudian foto GSA “berciuman” dengan salah satu Paus. Padahal, foto itu hasil editan Photoshop untuk kepentingan kampanye salah satu produk.
Sepertinya pengetahuannya yang dangkal tentang siapa sosok GSA, membuat Abu Aqila sembrono dan gegabah mengkritik GSA. Inilah yang membuat Forum Alumni Al Azhar Mesir (FAMI) mempolisikannya.
2. Jonru Kritik M. Quraish Shihab
Jonru mulai dikenal publik setelah rutin mengkritik Joko Widodo di era kampanye Pilpres 2014. Ia yang saat Pilpres mendukung kandidat lain, terus menguliti hal-hal yang sering membuat panas pendukung Joko Widodo. Saking panasnya, pendukung Jokowi memunculkan kata baru jonru dan memberi makna ‘fitnah’.
Di luar soal politik Pilpres, ternyata Jonru juga gemar mengkritik dan mengomentari orang-orang yang diketahui mendukung Jokowi, termasuk ulama. Salah satu yang dihantam oleh Jonru adalah M. Quraish Shihab.
Publik sempat dibuat heboh gara-gara Jonru memposting video acara Pak Quraish di salah satu televisi swasta nasional. Hal yang sempat membuat heboh adalah ketika komentar Pak Quraish terkait Nabi tidak dijamin masuk surga.
Jonru
Jonru
Jonru menggiring opini seolah-olah Pak Quraish menganggap Nabi tidak masuk surga. Padahal, bila memperhatikan rekaman acara itu secara utuh, apa yang dituduhkan itu tidak sesuai dengan apa yang dimaksudkan Pak Quraish dalam pendapatnya.
Jonru juga kerap menyebut Pak Quraish sebagai tokoh Syiah. Pak Quraish juga dianggap sesat gara-gara membolehkan putrinya yang penyiar di salah stasiun televisi untuk tidak berjilbab.
Terlepas dari substansi kritiknya, tapi yang perlu diperhatikan soal kapasitas Jonru mengkritik M. Quraish Shihab. Bila memperhatikan riwayat hidup dan karya juga kontribusinya terhadap umat Islam dari kedua orang ini, kita akan tahu ada pungguk mengkritik bulan.
3. Firanda Kritik Sayyid Muhammad
Firanda Andirja salah satu ustad yang ditokohkan di kalangan salafi-wahabi. Ia di antara sedikit ustad salafi yang konsisten menyebarkan paham salafi melalui berbagai media.
Dari video dan tulisan yang beredar dari Firanda, terlihat bahwa yang bersangkutan mempunyai pengetahuan yang cukup mumpuni. Penguasaan terhadap dalilnya kuat. Cara mengelola argumennya juga sistematis dan tak terkesan emosional. Makanya, ia juga kerap terlibat dalam kegiatan debat dengan kalangan NU untuk membahas isu-isu tertentu.
Firanda Andirja
Firanda Andirja
Hanya pada aspek-aspek tertentu,  sikap Firanda agak berlebihan dan cenderung copy-paste dari pendapat tokoh-tokoh salafi di Timur Tengah. Salah satu yang sangat disayangkan ketika Firanda berani menyebut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki syirik.
Dari video yang beredar, yang merupakan rekaman salah satu acara di televisi kelompok salafi-wahabi, Firanda dengan bersemangat menyalahkan pandangan Sayyid Muhammad terkait hak otonomi Nabi Muhammad dalam mengatur umat.
Soal kritik kelompok salafi-wahabi terhadap Sayyid Muhammad ini sudah sering kita dengar di Arab Saudi. Namun, yang mengkritik adalah orang-orang yang pada level yang sama dalam keilmuan dan kontribusi terhadap umat.
Kalau Firanda yang mengkritik Sayyid Muhammad, kok ya mesti harus banyak bercermin dulu. Apalagi sampai menyebut Sayyid Muhammad syirik. Ini tuduhan berbahaya yang dialamatkan pada ulama besar yang disegani tidak hanya di Indonesia, tapi jufa di dunia internasional.
Yang perlu diketahui, perbedaan pendapat dalam hal-hal tertentu sudah lama terjadi di kalangan ulama. Namun, para ulama selalu berhati-hati dalam menyalahkan pendapat ulama lainnya, apalagi sampai menganggap sesat, kafir, atau bahkan syirik. Sikap kehati-hatian itu sepertinya tidak dimiliki Firanda.
4. Felix Siauw Kritik Ulama Pembela Nasionalisme
Felix Siauw juga terbilang sering mengeluarkan “fatwa-fatwa” kontroversial melalui akun twitternya. “Fatwa” terakhir yang sempat bikin heboh adalah terkait “wanita karir”.
Sebelumnya, Felix juga membuat heboh gara-gara menyebut tidak ada dalil nasionalisme. Apa yang dikemukakan Felix ini seperti menyalahkan semua anjuran nasionalisme dan cinta tanah air dari para ulama pendahulu, yang berperan aktif dalam kemerdekaan NKRI, mulai dari K.H. Mas Mansur, K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Ahmad Dahlan, dan yang lain.
Felix Siauw
Felix Siauw
Bantahan terkait pandangan Felix ini pun sudah dilakukan oleh banyak pihak. Harusnya bantahan-bantahan itu membuat Felix muhasabah bahwa “fatwa-fatwa”-nya selama ini tidak tepat dan cenderung sesat.
Apalagi Felix yang dikenal rajin mempopulerkan istilah “syar’i” untuk hijab ini, juga perlu mengukur diri. Namanya pun ternyata juga tidak syar’i dan cenderung tasyabbuh. Setidaknya ia perlu muhasabah diri, sebelum menilai orang lain.
5. Desastian Voa-Islam kritik Ali Mustafa Yaqub
Nama Desastian juga tak dikenal publik. Entah ini nama asli atau nama palsu, yang jelas dia salah satu penulis situs voa-islam. Ada tulisannya yang menyebut Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub sebagai ulama remang-remang. Tentu ini konotasi yang negatif dan tidak menunjukkan akhlak yang baik terhadap ulama. Apalagi posisi Pak Kiai Ali saat itu sebagai imam besar Masjid Istiqlal.
KH Ali Mustafa Yaqub
KH Ali Mustafa Yaqub
Ini semua bukan berarti tidak boleh mengkritik ulama. Ini juga bukan soal tidak boleh mengatakan yang benar meski pahit. Tapi ini soal etika dan akhlak dalam mengkritik. Bukankah Nabi juga melarang mengkritik pemimpin (termasuk ulama di dalamnya) di depan umum?!
Dan, yang tak kalah pentingnya, mereka-mereka ini perlu belajar mengukur diri, sedalam apa ilmunya, seberapa besar kontribusinya, dan benarkah semua itu dilandasi oleh semangat saling berpesan kebaikan atau ada motif lain?!
Oleh: Moch. Syarif Hidayatullah Pendiri DatDut.Com via datdut.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar