MASYARAKAT Jawa mengenal sebuah sistem penghitungan waktu yang dikenal secara turun temurun, yang disebut dengan Pawukon. Tak hanya di Jawa, pawukon juga masih digunakan oleh masyarakat Bali hingga saat ini. Tak heran apabila pawukon disebut sebagai “system kalender Jawa-Bali”.
Sistem penghitungan waktu pawukon nampaknya telah mulai dipergunakan sebelum kedatangan Islam ke Tanah Jawa. Sebab, dalam penghitungan waktu tersebut masih memiliki kaitan erat dengan kepercayaan dewa-dewa Hindu.
Dalam mempelajari pawukon, hendaknya perlu dicermati pengetahuan tentang wuku dan pengetahuan tentang masa wuku yang dapat dijadikan sebagai patokan cara menghitung dan merunut perulangan kembali wuku-wuku tersebut.
Ada 30 wuku, dan tiap wuku berumur tujuh hari, atau sama dengan umur Saptawara. Jumlah 30 wuku tersebut diambil dari nama Prabu Watugunung, kedua isterinya, dan 27 orang putera-puteranya. Menurut dongeng, Prabu Watugunung mempunyai dua orang isteri yakni Sinta, dan adiknya, Landep, serta berputera 27 orang. Berikut nama ke-30 wuku tersebut.
- Wuku Sinta
- Wuku Landep
- Wuku Wukir
- Wuku Kurantil
- Wuku Tolu
- Wuku Gumbreg
- Wuku Warigalit
- Wuku Warigagung
- Wuku Julungwangi
- Wuku Sungsang
- Wuku Galungan
- Wuku Kuningan
- Wuku Langkir
- Wuku Mandhasiya
- Wuku Julungpujud
- Wuku Pahang
- Wuku Kuruwelut
- Wuku Marakeh
- Wuku Tambir
- Wuku Madhangkungan
- Wuku Maktal
- Wuku Wuye
- Wuku Mansil
- Wuku Prangbakat
- Wuku Bala
- Wuku Wugu
- Wuku Wayang
- Wuku Kulawu
- Wuku Dhukut
- Wuku Watugunung
Satu wuku memiliki lama tujuh hari tujuh malam, berpasangan dengan lima hari pasaran. Dengan demikian pasangan itu akan berulang lagi sesudah 35 hari. Perjalanan waktu 35 hari itu, oleh orang Jawa disebut selapan dina. Adapun penghitungannya dimulai dari hari Anggara Kasih atau Selasa Kliwon hingga hari Soma Cemengan atau Senin Wage.
30 wuku tersebut akan terulang kembali sesudah berjalan 210 hari.
(Fadhil Nugroho/CN41/SMNetwork)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar