SELAMAT DATANG PARA SAHABAT BLOGGER DI BLOG SEDERHANA KAMI "MP" DAARUTTHOLABAH79.BLOGSPOT.COM.BLOG DARI SEORANG WNI YANG BERHARAP ADA PEMIMPIN DI NEGERI INI,BAIK SIPIL/MILITER YANG BERANI MENGEMBALIKAN PANCASILA DAN UUD 1945 YANG MURNI DAN KONSEKUEN TANPA EMBEL-EMBEL AMANDEMEN SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP RAKYAT INDONESIA...BHINNEKA TUNGGAL IKA JADI KESEPAKATAN BERBANGSA DAN BERNEGARA,TOLERANSI DAN KESEDIAAN BERKORBAN JADI CIRINYA...AMIIN

Rabu, 03 Agustus 2016

KH WAHID HASYIM : SEIMBANGKAN ILMU AGAMA DAN ILMU UMUM

Hasil gambar untuk KH WAHID HASYIM
Awal mula tradisi pendirian madrasah di pesantren mulai ada semenjak KH. A. Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia (Menag). Dia merupakan Menag yang pertama pasca Indonesia merdeka 20 Desember 1949.
Di usia kemerdekaan yang masih sangat ranum, ia melakukan pembaruan pendidikan agama Islam melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 3 tahun 1950, yang menginstruksikan pemberian pelajaran umum di madrasah dan memberi pelajaran agama di sekolah umum negeri maupun swasta.
Pesantren semakin berani membuka ruang bagi hadirnya pembaharuan kelembagaan atas masuknya fasilitas-fasilitas pendidikannya berciri pendidikan umum. Pesantren Tebuireng Jombang adalah pesantren pertama yang mendirikan jenjang pendidikan setara SMP dan SMA.

Belakangan upayanya berbuah tumbuhnya di berbagai kota Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang sekarang berkembang menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan berubah wujud menjadi Universitas Islam Negeri (UIN).
Dia kerap mengutip hadist, “Tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.” Melalui gagasan KH Wahid Hasyim tersebut, beberapa pesantren berlomba-lomba untuk menyatukan ajaran pendidikan formal dengan pendidikan pesantren
Dalam konsep ini sama halnya dengan model pendidikan karantina. Para siswa tidak pulang pergi ke rumahnya dengan seenaknya sendiri, sepulang sekolah mereka harus mengikuti rutinitas pondok pesantren.
Wahid Hasyim memiliki wacananya bahwa Umat Islam seharusnya memposisikan dirinya terhadap kelompok lain (non muslim) dengan memperlakukan orang lain dengan rasa hormat dan empati.
Baginya kedudukan masing-masing warga negara berada pada posisi yang setara. Dia kerap memperjuangkan agar negara hadir di saat warga negara butuh mendapatkan haknya.
Sikapnya moderat, penuh toleransi, dan plural. Dia kerap menjembatani kontradiksi antar umat yang beda agama dengan caranya yang dingin.
Wahid Hasyim memang dilahirkan dari kultur pesantren. Meski begitu, karena kegemarannya membaca, pengetahuannya tak terbatas tembok pesantren.
“Kemajuan otak yang tidak disertai dengan kemajuan budi pekerti atau takwa telah menyebabkan nilai dan pandangan manusia berubah banyak” kata Wahid Hasyim dikutip dari buku Sejarah Hidup, H Aboebakar.
Sumber: Merdeka.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar